Senin, April 23, 2012

Iodium



Iodium ditemukan pada tahun 1811 oleh Courtois. Iodium merupakan sebuah anion monovalen. Keadaannya dalam tubuh mamalia hanya sebagai hormon tiroid.  Hormon-hormon ini sangat penting selama pembentukan embrio dan untuk mengatur kecepatan metabolis dan produksi kalori atau energi  disemua kehidupan. Jumlah iodium yang terdapat dalam makanan  sebanyak jumlah ioda dan untuk sebagian kecil secara kovalen mengikat asam amino.  Iodium diserap sangat cepat oleh usus dan oleh kelenjar tiroid digunakan untuk memproduksi hormon thyroid.  Saluran ekskresi utama iodium adalah melalui saluran kencing (urin) dan cara ini merupakan indikator utama pengukuran jumlah pemasukan dan status iodium.  Tingkat ekskresi (status iodium) yang rendah (25 – 20  mg I/g  creatin) menunjukan risiko kekurangan iodium dan bahkan tingkatan yang lebih rendah menunjukan risiko yang lebih berbahaya (Brody, 1999).
Dalam saluran pencernaan, iodium dalam bahan makanan dikonversikan menjadi Iodida yang mudah diserap dan ikut bergabung dengan pool-iodida intra/ekstraseluler.  Iodium tersebut kemudian memasuki kelenjar tiroid untuk disimpan.  Setelah mengalami peroksidasi akan melekat dengan residu tirosin dari tiroglobulin.   Struktur cincin hidrofenil dari residu tirosin adalah iodinate ortho pada grup hidroksil dan berbentuk hormon dari kelenjar tiroid yang dapat dibebaskan (T3 dan T4) (Linder, 1992).   Iodium adalah suatu bagian integral dari hormon tridothyronine tiroid (T3) dan thyroxin (T4).  Hormon tiroid kebanyakan menggunakan, jika tidak semua, efeknya melalui pengendalian sintesis protein.  Efek-efek tersebut adalah efek kalorigenik, kardiovaskular, metabolisme dan efek inhibitor pada pengeluaran thyrotropin oleh pituitary (Sauberlich, 1999).
Kebanyakan Thyroxine (T4) dan Triidothyronine (T3) diangkut dalam bentuk terikat-plasma dengan protein pembawa.  Thyroxine-terikat protein merupakan pembawa hormon tiroid utama yang beberapa di antaranya juga terikat dengan thyroxin-terikat prealbumin (Sauberlich, 1999). Berikut adalah gambar bagan metabolisme hormon tiroid.

Gambar 1. Metabolisme hormon tiroid
            Tingkat bebasnya hormon-hormon tersebut dalam plasma dimonitor oleh hipotalamus yang kemudian mengontrol tingkat pemecahan proteolitis T3 dan T4 dari tiroglobulin dan membebaskannya ke dalam plasma darah, melalui tiroid stimulating hormon (TSH).  Kadar T4 plasma jauh lebih besar dari pada T3,  tetapi T3 lebih potensial dan “turn overnya” lebih cepat.  Beberapa T3 plasma dibuat  dari T4 dengan jalan deiodinasi dalam jaringan non-tiroid.  Sebagian besar  dari kedua bentuk terikat pada protein plasma, terutama thyroid-binding-globulin (TBG), tetapi hormon yang bebas aktivitasnya pada sel-sel target.  Dalam sel-sel target dalam hati, banyak dari hormon tersebut didegradasi dan iodidat dikonversikan untuk digunakan kembali kalau memang dibutuhkan (Linder, 1992).
Menurut Ganong (1989) apabila mengkonsumsi iodium 500 mg/hari, hanya sebagian iodium (120 mg) yang masuk ke dalam kelenjar tiroid, dan dari kelenjar tiroid disekresikan sekitar  80 mg yang terdapat dalam T3 dan T4, yang merupakan hormon tiroid.  Selanjutya T3 dan T4  mengalami metabolisme dalam hepar dan dalam jaringan lainnya.  Sehingga dari hepar dikeluarkan sekitar 60 mg ke dalam cairan empedu, kemudian dikeluarkan ke dalam lumen usus dan sebagian mengalami sirkulasi yang lepas dari reabsorbsi akan diekskresikan bersama feses dan urin.
Iodium dapat diperoleh dari berbagai jenis pangan dan kandungannya berbeda-beda tergantung asal jenis pangan tersebut dihasilkan.  Kandungan iodium   pada buah dan sayur tergantung pada jenis tanah. Kandungan iodium pada jaringan hewan serta produk susu tergantung pada kandungan iodium pada pakan ternaknya. Pangan asal laut merupakan sumber iodium alamiah.  Sumber lain iodium adalah garam dan air yang difortifikasi  (Muchtadi. dkk, 1992).  Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sauberlich, (1999) bahwa makanan laut dan ganggang laut adalah sumber iodium yang paling baik.  Penggunaan garam beriodium di Amerika Serikat diberikan sebagai sumber iodium penting.  Di  USA konsumsi garam beriodium per hari per orang mendekati 10 – 12 gram dimana garam tersebut mengandung 76  mg iodium per gram.
Soehardjo (1990) mengatakan bahwa dengan mengkonsumsi pangan yang kaya iodium dapat menekan atau bahkan mengurangi besarnya prevalensi gondok.  Berikut Gibson (1990) menyebutkan rata-rata kandungan iodium dalam bahan makanan  antara lain : Ikan Tawar  30  mg; Ikan Laut   832 mg; Kerang 798 mg; Daging 50 mg; Susu 47 mg; Telur 93 mg; Gandum 47 mg; Buah-buahan 18 mg; Kacang-kacangan  30 mg dan Sayuran 29 mg. Konsumsi pangan merupakan faktor utama  untuk memenuhi kebutuhan gizi   seseorang.  Dengan demikian diharapkan  untuk mengkonsumsi pangan yang beraneka ragam sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi yang dibutuhkan oleh kerja tubuh (Harper, Deaton and Driskel, 1985)
Di negara-negara berkembang  konsumsi  iodium paling banyak diperoleh  dari makanan yang berasal dari laut  mengingat air laut mengandung iodium  cukup tinggi.  Menurut Nurlaila, dkk (1997) rumput laut dapat digunakan sebagai bahan subtitusi dalam pengembangan produk sumber iodium antara lain barupa 1) kelompok produk makanan selingan / makanan jajanan ; 2) kelompok produk lauk-pauk ; 3) kelompok produk sayur-sayuran.
Tingkat konsumsi pangan hasil laut terus meningkat dari tahun 1968, 1978, 1988 dan 1993 berturut-turut 9.9 ; 11.6 ; 15.4 ; dan 17 kg sedangkan target nasional  yang harus dicapai sebesar 18.6 kg per kapita per tahun.  Hal ini menandakan bahwa tingkat konsumsi ikan di Indonesia masih rendah atau di bawah tingkat konsumsi ikan tersebut.  Tetapi masih terdapat beberapa wilayah di Indonesia seperti Sumatera Barat, Sulawesi Tenggara,  Maluku, Kalimantan Tengah dan Timur mempunyai tingkat konsumsi pangan hasil laut tinggi melebihi dua kali jumlah konsumsi target nasional (Muhammad dan Guntur, 1996).
Di  USA dan Kanada peningkatan konsumsi iodium adalah dengan suplementasi, misalnya dengan garam dapur (garam beriodium) dan juga dalam medikasi dan zat-zat pendiagnosis.  Di Indonesia garam termasuk dalam sembilan bahan pangan pokok yang diperlukan oleh masyarakat dan oleh karena itu merupakan bahan makanan penting.  Secara normal jumlah garam yang dikonsumsi per orang per hari adalah sekitar 5 – 15 gram sedangkan yang dianjurkan yaitu tidak melebihi 6 gram atau satu sendok teh setiap hari.  Hal ini disebabkan karena apa bila konsumsi garam berlebihan dapat memicu timbulnya berbagai penyakit lain seperti tekanan darah tinggi atau hipertensi (DitJen Pembinaan Kesehatan  Masyarakat, 1995).
Menurut Hetzel (1989) dalam keadaan normal intake harian untuk orang dewasa berkisar 100 – 150 mg perhari.  Iodium diekskresikan melalui urin dan dinyatakan dalam mg I/g kreatinin.  Pada tingkat ekskresi lebih kecil dari 50 mg/g kreatinin sudah menjadi indikator kekurangan intake.  Konsumsi iodium sangat bervariasi antar berbagai wilayah di dunia, diperkirakan sekitar 500 mg per hari di USA (sekitar 5 kali RDA).  Adapun kecukupan iodium yang dianjurkan untuk orang Indonesia antara lain :  1) umur 0 sampai 9 tahun kebutuhannya sebesar  50 – 120 mg ; 2) umur  10 – 59 dan > 60 tahun sebesar 150 mg (Pria) ; 3) umur 10 – 59 dan > 60 tahun sebesar 150 mg ; 4) Wanita Hamil  mendapat tambahan + 25 mg ; wanita  laktasi 0 – 12 bulan sebesar + 50 mg (Muhilal, dkk. 1998).
Khusus bagi kelompok ibu hamil tambahan tersebut sebagian dapat dipergunakan untuk keperluan aktivitas kelenjar tiroid dan sebagiannya lagi untuk pertumbuhan dan perkembangan janin khususnya perkembangan otak.  Bagi ibu hamil yang mengkonsumsi iodium tidak mencukupi  kebutuhan maka bayi atau janin yang dikandung akan mengalami gangguan perkembangan otak (berat otak berkurang), gangguan perkembangan fetus dan pasca lahir, kematian perinatal (abortus) meningkat, kemudian setelah bayi dilahirkan mempunyai berat lahir rendah (BBLR) dan terdapat gangguan pertumbuhan tengkorak serta perkembangan skelet, sedangkan bagi tubuh ibu hamil akan mengalami gangguan aktivitas kelenjar tiroid.  Pada kondisi ini tubuh akan mengalami penyesuaian yang pada akhirnya akan mengalami pembesaran kelenjar tiroid yang dikenal dengan sebutan gondok (Djokomoeldjanto, 1993 dan WHO, 1994).
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) adalah sekumpulan  gejala atau kelainan yang ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan iodium secara terus – menerus dalam waktu yang lama yang berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup (manusia dan hewan) (DepKes RI, 1996).  Makin banyak tingkat kekurangan iodium yang dialami makin banyak komplikasi atau kelainan yang ditimbulkannya, meliputi pembesaran kelenjar tiroid dan berbagai stadium  sampai timbul bisu-tuli dan gangguan mental akibat kretinisme (Chan et al, 1988).
Kodyat (1996) mengatakan bahwa pada umumnya masalah ini lebih banyak  terjadi di daerah pegunungan dimana makanan yang dikonsumsinya sangat tergantung dari produksi makanan yang berasal dari tanaman setempat yang tumbuh pada kondisi tanah dengan kadar iodium rendah.  
Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium  (GAKI) merupakan masalah yang serius mengingat dampaknya secara langsung  mempengaruhi kelangsungan hidup dan kualitas manusia.  Kelompok masyarakat yang sangat rawan terhadap masalah dampak defisiensi iodium adalah wanita usia subur (WUS) ; ibu hamil ; anak balita dan anak usia sekolah (Jalal, 1998).
Faktor – Faktor yang berhubungan dengan masalah GAKI antara lain :
1.      Faktor Defisiensi Iodium dan  Iodium Excess
Defisiensi iodium merupakan sebab pokok terjadinya masalah GAKI.  Hal ini disebabkan karena kelenjar tiroid melakukan proses adaptasi fisiologis terhadap kekurangan unsur iodium dalam makanan dan minuman yang dikonsumsinya (Djokomoeldjanto, 1994).
Hal ini dibuktikan oleh  Marine dan Kimbell (1921) dengan pemberian iodium pada anak usia sekolah di Akron (Ohio) dapat menurunkan gradasi pembesaran kelenjar tiroid.  Temuan lain oleh Dunn dan Van der Haal (1990) di Desa Jixian, Propinsi Heilongjian (Cina) dimana pemberian iodium  antara  tahun 1978 dan 1986 dapat menurunkan prevalensi gondok secara drastis dari 80 % (1978) menjadi 4,5 % (1986).
Iodium Excess terjadi apabila iodium yang dikonsumsi cukup besar secara terus menerus, seperti yang dialami oleh masyarakat di Hokaido (Jepang) yang mengkonsumsi ganggang laut dalam jumlah yang besar.  Bila iodium dikonsumsi dalam dosis tinggi akan terjadi hambatan hormogenesis, khususnya iodinisasi tirosin dan proses coupling (Djokomoeldjanto, 1994).
2.   Faktor  Geografis dan Non Geografis
Menurut Djokomoeldjanto (1994) bahwa GAKI sangat erat hubungannya dengan letak geografis  suatu daerah, karena pada umumnya masalah ini sering dijumpai di daerah pegunungan seperti pegunungan Himalaya, Alpen, Andres dan di Indonesia gondok sering dijumpai di pegunungan seperti Bukit Barisan Di Sumatera dan pegunungan Kapur Selatan.
Daerah yang biasanya mendapat suplai makanannya dari daerah lain sebagai penghasil pangan, seperti daerah pegunungan yang notabennya merupakan daerah yang miskin kadar iodium dalam air dan tanahnya.  Dalam jangka waktu yang lama namun pasti daerah tersebut akan mengalami defisiensi iodium atau daerah endemik iodium (Soegianto, 1996 dalam Koeswo, 1997).
3.   Faktor Bahan Pangan Goiterogenik
Kekurangan iodium merupakan penyebab utama terjadinya gondok, namun tidak dapat dipungkiri bahwa faktor lain juga ikut berperan.  Salah satunya adalah bahan pangan yang bersifat goiterogenik (Djokomoeldjanto, 1974).  Williams (1974) dari hasil risetnya mengatakan bahwa zat goiterogenik dalam bahan makanan yang dimakan setiap hari akan menyebabkan zat iodium dalam tubuh tidak berguna, karena zat goiterogenik tersebut merintangi absorbsi dan metabolisme mineral iodium yang telah masuk ke dalam tubuh.
Goiterogenik adalah zat yang dapat menghambat pengambilan zat iodium oleh kelenjar gondok, sehingga konsentrasi iodium dalam kelenjar menjadi rendah. Selain itu, zat goiterogenik dapat menghambat perubahan iodium dari bentuk anorganik ke bentuk organik sehingga pembentukan hormon tiroksin terhambat (Linder, 1992).
Menurut Chapman (1982) goitrogen alami ada dalam jenis pangan seperti kelompok Sianida (daun + umbi singkong, gaplek, gadung, rebung, daun ketela, kecipir, dan terung) ; kelompok Mimosin (pete cina dan lamtoro) ;kelompok Isothiosianat (daun pepaya) dan  kelompok Asam (jeruk nipis, belimbing wuluh dan cuka).
4.   Faktor Zat Gizi Lain
Defisiensi protein dapat berpengaruh terhadap berbagai tahap pembentukan hormon dari kelenjar thyroid terutama tahap transportasi hormon.  Baik T3 maupun T4 terikat oleh protein dalam serum, hanya 0,3 % T4 dan 0,25 % T3 dalam keadaan bebas.  Sehingga defisiensi protein akan menyebabkan tingginya T3 dan T4 bebas, dengan adanya mekanisme umpan balik pada TSH maka hormon dari kelenjar thyroid akhirnya menurun.
Meskipun hanya sedikit dibutuhkan, iodium berpengaruh besar pada kualitas kesehatan seseorang. Bukan cuma menyebabkan gondok, tetapi juga membuat cebol dan bodoh. Selain garam beriodium, makanlah rumput laut dan aneka ikan.
Salah satu masalah gizi yang sedang dihadapi oleh masyarakat Indonesia dewasa ini adalah gangguan akibat kekurangan iodium, biasa disingkat GAKI. Tiga macam strategi yang telah dilakukan pemerintah untuk menurunkan jumlah penderita GAKI adalah: (1) memberikan suplemen kapsul minyak beriodium di daerah endemik, (2) program iodisasi garam, serta (3) diversifikasi konsumsi pangan sumber iodium.
Program pemberian suplemen kapsul beriodium merupakan program jangka pendek yang sangat mahal biayanya, sehingga tidak mungkin diterapkan secara nasional dan berkesinambungan. Program iodisasi garam yang telah dilakukan pemerintah sejak tahun 1990, hingga saat ini memang belum berjalan dengan baik. Sekitar 20% penduduk (lebih kurang 40 juta jiwa) tidak memiliki akses terhadap garam beriodium.
Bertitik tolak dari belum berhasilnya penanggulangan masalah GAKI dengan program suplementasi kapsul beriodium dan iodisasi garam, dirasakan perlunya kehadiran program lain yang lebih membumi. Program itu melalui pendekatan food based, yaitu pengembangan diversifikasi konsumsi pangan yang secara alami memiliki kandungan iodium tinggi.
Iodium merupakan mineral yang termasuk unsur gizi esensial walaupun jumlahnya sangat sedikit di dalam tubuh, yaitu hanya 0,00004% dari berat tubuh atau sekitar 15-23 mg. Itulah sebabnya iodium sering disebut sebagai mineral mikro atau trace element. Manusia tidak dapat membuat unsur iodium dalam tubuhnya seperti ia membuat protein atau gula. Manusia harus mendapatkan iodium dari luar tubuhnya (secara alamiah), yakni melalui serapan dari iodium yang terkandung dalam makanan dan minuman. Kebutuhan tubuh akan iodium rata-rata mencapai 1-2 mikrogram per kilogram berat badan per hari. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi menganjurkan konsumsi iodium per hari berdasarkan kelompok umur seperti tercantum pada Tabel 1. Sesungguhnya kebutuhan terhadap iodium sangat kecil, pada orang dewasa hanya 150 mikrogram (1 mikrogram = seperseribu miligram).
Iodium diperlukan tubuh terutama untuk sintesis hormon tiroksin, yaitu suatu hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan untuk proses pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan. Jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi dalam waktu lama, kelenjar tiroid akan membesar untuk menangkap iodium, yang lebih banyak dari darah. Pembesaran kelenjar tiroid tersebutlah yang sehari-hari kita kenal sebagai penyakit gondok.
GAKI merupakan masalah yang sangat serius karena akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia. Survei pemetaan GAKI tahun 1998 menunjukkan 87 juta penduduk Indonesia tinggal di daerah risiko kekurangan iodium. Diperkirakan 20 juta penduduk menderita penyakit gondok dan 290.000 kretin (cebol dan keterbelakangan mental), akibat kekurangan iodium.
Akibat negatif dari GAKI ternyata jauh lebih luas dari sekedar terjadinya pembesaran kelenjar gondok. Yang sangat mengkhawatirkan adalah akibat negatif pada susunan saraf pusat yang akan berpengaruh pada perkembangan otak, kecerdasan, dan dampak sosial/ekonomi masyarakat pada umumnya.
Dewasa ini Indonesia diperkirakan kehilangan 140 juta poin kecerdasan inteligensi (intelligence quotient/IQ) akibat GAKI. Perhitungan ini didasarkan pada hasil perkalian jumlah penderita dengan klasifikasi pengurangan IQ point, yaitu sebagai berikut: 50 poin akibat kretin (GAKI berat), 5 poin gondok, 10 poin GAKI pada bayi, dan 10 poin akibat GAKI bentuk lain.
IQ point merupakan ukuran kemampuan seseorang dalam hal berpikir, memecahkan masalah, dan menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru. Rata-rata IQ point manusia normal adalah 110 poin, dan IQ di bawah 80 poin tergolong bodoh (Bina Gizi Masyarakat DepKes RI, 1995).
Selain mengakibatkan penurunan IQ, kekurangan iodium juga menyebabkan keguguran kandungan, gangguan perkembangan saraf, serta penyakit kretinisme yang menyebabkan orang menjadi cebol dan bodoh. Namun, penyakit gondok masih dianggap sebagai akibat GAKI yang utama. Hingga saat ini angka gondok nasional masih mencapai 9,8%, jauh di atas standar WHO yang mensyaratkan angka gondok di bawah lima persen. Di beberapa provinsi seperti Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera Barat, angka gondok bahkan mencapai 30%.
Saat ini terdapat 1.779 kecamatan di Indonesia yang menderita epidemik gondok dengan derajat yang bervariasi. Karena itu, konsumsi iodium perlu ditingkatkan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia dan mencegah terjadinya generasi yang hilang (lost generation). Hal ini sangat penting dilakukan karena berdasarkan data indeks pengembangan sumber daya manusia (Human Development Index = HDI) dari UNDP (tahun 2000) Indonesia berada pada urutan 109 dari 174 negara, yaitu terendah di Asia. HDI untuk Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei, dan Singapura, masing-masing berada pada peringkat 77, 67, 56, 25, dan 22.
Dari penelitian di Universitas Diponegoro Semarang terungkap bahwa pemberian iodium pada siswa sekolah dapat mengurangi angka drop out. Selain mempengaruhi tingkat kecerdasan, iodium ternyata dapat menaikkan semangat hidup dan kesehatan seseorang, sehingga memperbesar daya juang. Susunan saraf terdiri dari sel-sel neuron dan sel-sel glia yang mulai dibentuk pada stadium embriologis yang terus berlangsung dalam waktu singkat sesudah bayi dilahirkan. Sel-sel neuron tersebutlah yang sangat terkait dengan proses kecerdasan. Fungsi iodium dalam meningkatkan kecerdasan adalah dalam kaitannya dengan pertumbuhan sel-sel otak, yaitu sel neuron. Jumlah sel neuron di dalam otak umumnya mencapai sekitar 10 miliar. Kekurangan iodium pada masa kehamilan dan awal masa kehidupan anak dapat menurunkan jumlah sel neuron yang ada di otak. Karena itu, masa-masa tersebut merupakan masa yang sangat kritis dan perlu mendapatkan zat-zat gizi dalam jumlah cukup, seperti asam amino, asam lemak, vitamin, dan mineral (terutama iodium).
Neuron mempunyai empat bagian penting, yaitu badan sel, dendrit, akson, dan terminal akson. Akson merupakan bagian sel saraf yang berfungsi membawa pesan dengan perantara benang saraf. Neuron mempunyai kemampuan konduktivitas (penghantar) dan eksitabilitas (dapat dirangsang). Sel ini berkemampuan memberikan reaksi atas rangsangan dari sumber luar, seperti rangsangan mekanik, elektrik, kimiawi atau fisik, yang menimbulkan impuls dan dihantar melalui saraf. Sebuah impuls saraf selalu dihantar melalui dendrit ke sel, kemudian dari sel ke akson. Hubungan satu neuron dengan neuron yang lain tidak membentuk jalinan yang sambung-menyambung melainkan terpisah oleh celah yang sangat sempit (1/5.000 mm) yang disebut synapsis. Untuk melalui synapsis, impuls saraf memerlukan suatu zat pembawa yang disebut neurotransmitter.  Terdapat sekitar 30 neurotransmitter yang telah diketahui, di antaranya adalah serotonin, norepineprin, epineprin, dopamin, dan asetilkolin. Neurotransmitter tersebut dibentuk dari bahan baku yang berupa asam amino (protein). Kekurangan protein akan berdampak pada berkurangnya jumlah neurotransmitter, sehingga penyampaian pesan menjadi lambat. Dengan kata lain, orang akan menjadi bodoh. Itulah sebabnya mengapa protein sangat dibutuhkan selama janin ada di dalam kandungan dan pada awal-awal masa kehidupan.
Pencegahan dan Penanggulangan
Kegiatan pencegahan dan penaggulangan GAKI yang telah dilakukan oleh pemerintah meliputi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) terhadap penaggulangan GAKI yang tertuju pada 3 ( tiga ) kelompok sasaran yaitu :
a. Para perencana, pengelola dan pelaksana program.
b. Masyarakat didaerah gondok  endemik.
c. Masyarakat di luar daerah gondok endemik.
Intervensi GAKI terus dilakukan dengan bantuan sejumlah badan dunia. Program intensifikasi penanggulangan GAKI yang berlangsung tahun 1997 – 2003 bertujuan menurunkan prevalensi GAKI lewat pemantauan status GAKI pada penduduk, meningkatkan persediaan garam beriodium serta meningkatkan kerja sama lintas sektoral. Upaya penanggulangan GAKI sudah dimulai sejak pemerintahan Belanda melalui distribusi garam beryodim ke daerah endemik berat. Penanggulangan GAKI dilakukan dalam dua jangka waktu, yaitu :
  • Jangka Panjang: suplementasi tidak langsung melalui fortifikasi garam konsumsi dengan iodium dimana program ini disebut garam iodium.
  • Jangka pendek: suplementasi langsung dengan ,minyak iodium baik secara oral maupun suntikan lipiodol. Upaya ini hanya ditunjukkan pada daerah endemik berat dan telah dilaksanakan sejak tahun 1974
Menurut ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan RI 1986, kandungan KIO3 yang dianjurkan adalah 40 ppm. Iodium diperlukan semata – mata untuk biosintesis hormon thyuroid yang mengandung iodium. Kebutuhan iodium meningkat pada kaum remaja dan kehamilan. Banyaknya metoda suplementasi Iodium tergantung pada beratnya GAKI pada populasi, grade iodium urine dan prevalensi goiter dan kretinisme.
·         GAKI ringan:
Prevalensi goiter : 5 – 19,9% (anak sekolah)
Iodium urine : 50 - 99mg/l
Dieliminasi dengan garam berjodium.
·         GAKI sedang :
Prevalensi goiter : 20 – 29,9% dan beberapa hypothyroidisme.
Iodium urine : 20 – 49 mg/hr
Dapat dikontrol dengan garam beriodium (biasanya 20 – 40 mg/kg pada tingkat rumah tangga) Disamping itu minyak beriodium diberi secara oral atau suntik yang dikoordinasi melalui puskesmas.
·         GAKI berat :
Prevalensi goiter : 30%, endemic cretinisme
Iodium urine : < 20 mg/l
Penanganannya : minyak beriodium diberikan sampai sistem garam beriodium efektif, jika sistem saraf pusat dicegah dengan sempurna.
Diet
Adanya iodium dalam diet akan meningkatkan fungsi hormon thyroid. Iodium sebaiknya tercukupi dari pangan yang dikonsumsi sehari-hari. Berikut adalah tabel kebutuhan iodium menurut kelompok umur.
            Tabel 1. Kebutuhan Iodium dan Besi pada bayi hingga orang dewasa.

Iodium , mg
Besi , mg
Bayi
Anak – anak
Pria
Wanita
Wanita hamil
Masa laktasi
35 – 45
60 – 110
130 – 150
100 – 115
125
150
10 – 15
10 – 15
10 – 18
18
18
18
      Sumber : Depkes 1996

Anjuran konsumsi
Wanita dewasa ³ 19 th: 150 µ g
Pria dewasa  ³ 19 th : 150 µ g
Dosis toksik > 2000 ³ g/hr pada orang dewasa
Pangan sumber Yodium
Garam beryodium (2 gr garam beriodium ~< ½ sdt dpt memenuhi anjuran konsumsi Iodium org dewasa)
Pangan laut (ikan laut: 300-3000 µg I/kg, ikan darat: 20-40 g µI/kg)
Adonan roti
Produk unggas
Tanaman yang ditanam di tanah kaya yodium 

Referensi
Astawan, Made. 2003 Guru Besar Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB
Sumber: Tabloid Senior, 16 Januari 2003
Anonim. 2006. Penaggulangan GAKI. http:// www.google.com. [14 September 2008].
Anonim. 2006. Penaggulangan GAKI. http:// www.litbang.depkes.co.id. [14 September 2008].
DepKes RI. 1996.  Gangguan Akibat Kekurangan Iodium dan Garam Beriodium . Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
DitJen Pembinaan Kesehatan  Masyarakat. 1995.  Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Kapsul Minyak Beriodium.  DirJen Pembinaan Gizi Masyarakat. DepKes Jakarta.
Djokomoeldjanto, R.  1993. Hipotiroidi di Daerah Defisiensi Iodium. Kumpulan Naskah Simposium GAKI. Hal. 35-46. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Ganong, W.F.  1989.  Review of medical Physiology, 14th Ed.  A Lange Medical Book. Prentice Hall International Inc. 
Gibson, R.S. 1990.  Principles  of Nutritional Assessment.  Oxford University Press. Oxford. 
Harper, L.J.,  Deaton and J.A. Driskel. 1985.  Pangan, Gizi dan Pertanian (Penerjemah : Soehardjo). UI Press, Jakarta.
Hetzel, B.S.  1989.  An Overview of the Prevention and Control of Iodine Deficiency Disorder ; in Hetzel, J.T. Dunn and J.B. Stanbury (ed) Hal. 7-29. Elvsevier Science Plubbisher. New York.
Jalal, F.  1998.  Agenda Perumusan  Program Gizi Repelita VII untuk Mendukung Manusia yang Pengembangan Sumberdaya  Berkualitas.  Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. Jakarta. 
Kodyat, B.  1996.  Nutritional in Indonesia : Problems, Trends, Strategy and Program Directorate of community Nutrition, Departemen Health, Jakarta. 
Muchtadi. dkk.1992.  Masalah-Masalah Fortifikasi Iodium dalam Penanggulangan GAKI. PAU. IPB. Bogor.
Muhilal, Jalal dan Hardinsyah.  1998.  Angka Kecukupan Gizi Rata – Rata yang Dianjurkan.  Widyakarya Pangan dan Gizi Nasional VI. LIPI. Jakarta.
Nurlaila,A., R. Syukur, J. Genisa dan L. Mathius. 1997. Studi Pengembangan Menu Makanan Rakyat Kaya Iodium dengan Subtitusi Rumput Laut dan Analisa Daya Terima. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing Bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat.
Rusmiati, Y. 2006. Penaggulangan GAKI. http://:www.kompas.co.id. [September 2008
Sauberlich, H.E.  1999.  Assessment of Nutritional Status.  Second Edition.  CRC Press. Boca Raton London New York Washington, DC.
Soehardjo. 1990. Petunjuk Laboratorium Penilaian Keadaan Gizi Masyarakat.  PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Thaha, A.R.  1996.  Pemetaan GAKI di Propinsi Maluku. Kerjasama FKM Unhas dengan Kanwil DepKes Propinsi Maluku
WHO. 1994.  Indicator for Assesing  Iodine Deficiency Disorder and Their Control Through Salt Iodization. Geneva. 
Williams, S.R.  1974.  Nutrition and Diet Therapy. The CV Mosby Company. Sant Louis.


Disarikan dari berbagai sumber 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa tuliskan NAMA anda dan NO SPAM