Iodium ditemukan pada tahun
1811 oleh Courtois. Iodium
merupakan sebuah anion monovalen. Keadaannya dalam tubuh mamalia hanya
sebagai hormon tiroid. Hormon-hormon ini sangat penting selama
pembentukan embrio dan untuk mengatur kecepatan metabolis dan produksi kalori
atau energi disemua kehidupan. Jumlah iodium yang terdapat dalam
makanan sebanyak jumlah ioda dan untuk sebagian kecil secara kovalen
mengikat asam amino. Iodium diserap sangat cepat oleh usus dan oleh
kelenjar tiroid digunakan untuk memproduksi hormon thyroid. Saluran
ekskresi utama iodium adalah melalui saluran kencing (urin) dan cara ini
merupakan indikator utama pengukuran jumlah pemasukan dan status iodium.
Tingkat ekskresi (status iodium) yang rendah (25 – 20 mg
I/g creatin) menunjukan risiko kekurangan iodium dan bahkan tingkatan
yang lebih rendah menunjukan risiko yang lebih berbahaya (Brody, 1999).
Dalam saluran pencernaan,
iodium dalam bahan makanan dikonversikan menjadi Iodida yang mudah diserap dan
ikut bergabung dengan pool-iodida intra/ekstraseluler. Iodium
tersebut kemudian memasuki kelenjar tiroid untuk disimpan. Setelah
mengalami peroksidasi akan melekat dengan residu tirosin dari tiroglobulin.
Struktur cincin hidrofenil dari residu tirosin adalah iodinate
ortho pada grup hidroksil dan berbentuk hormon dari kelenjar tiroid yang
dapat dibebaskan (T3 dan T4) (Linder, 1992).
Iodium adalah suatu bagian integral dari hormon tridothyronine tiroid (T3)
dan thyroxin (T4). Hormon tiroid kebanyakan
menggunakan, jika tidak semua, efeknya melalui pengendalian sintesis protein.
Efek-efek tersebut adalah efek kalorigenik, kardiovaskular,
metabolisme dan efek inhibitor pada pengeluaran
thyrotropin oleh pituitary (Sauberlich, 1999).
Kebanyakan Thyroxine (T4)
dan Triidothyronine (T3) diangkut dalam bentuk terikat-plasma
dengan protein pembawa. Thyroxine-terikat protein merupakan
pembawa hormon tiroid utama yang beberapa di antaranya juga terikat dengan
thyroxin-terikat prealbumin (Sauberlich, 1999). Berikut adalah gambar bagan
metabolisme hormon tiroid.
Gambar 1. Metabolisme hormon tiroid
Tingkat bebasnya hormon-hormon tersebut dalam plasma dimonitor oleh hipotalamus
yang kemudian mengontrol tingkat pemecahan proteolitis T3 dan T4
dari tiroglobulin dan membebaskannya ke dalam plasma darah, melalui tiroid
stimulating hormon (TSH). Kadar T4 plasma jauh lebih besar
dari pada T3, tetapi T3 lebih potensial dan “turn
overnya” lebih cepat. Beberapa T3 plasma dibuat dari
T4 dengan jalan deiodinasi dalam jaringan non-tiroid.
Sebagian besar dari kedua bentuk terikat pada protein plasma,
terutama thyroid-binding-globulin (TBG), tetapi hormon yang bebas
aktivitasnya pada sel-sel target. Dalam sel-sel target dalam hati, banyak
dari hormon tersebut didegradasi dan iodidat dikonversikan untuk
digunakan kembali kalau memang dibutuhkan (Linder, 1992).
Menurut Ganong (1989) apabila
mengkonsumsi iodium 500 mg/hari, hanya sebagian iodium (120 mg)
yang masuk ke dalam kelenjar tiroid, dan dari kelenjar tiroid disekresikan
sekitar 80 mg yang terdapat dalam T3 dan T4,
yang merupakan hormon tiroid. Selanjutya T3 dan T4
mengalami metabolisme dalam hepar dan dalam jaringan lainnya. Sehingga
dari hepar dikeluarkan sekitar 60 mg ke dalam cairan empedu, kemudian
dikeluarkan ke dalam lumen usus dan sebagian mengalami sirkulasi yang lepas
dari reabsorbsi akan diekskresikan bersama feses dan urin.
Iodium dapat diperoleh dari
berbagai jenis pangan dan kandungannya berbeda-beda tergantung asal jenis
pangan tersebut dihasilkan. Kandungan iodium pada buah dan
sayur tergantung pada jenis tanah. Kandungan iodium pada jaringan hewan serta
produk susu tergantung pada kandungan iodium pada pakan ternaknya. Pangan asal
laut merupakan sumber iodium alamiah. Sumber lain iodium adalah garam dan
air yang difortifikasi (Muchtadi. dkk, 1992). Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Sauberlich, (1999) bahwa makanan laut dan ganggang laut adalah
sumber iodium yang paling baik. Penggunaan garam beriodium di Amerika
Serikat diberikan sebagai sumber iodium penting. Di USA konsumsi
garam beriodium per hari per orang mendekati 10 – 12 gram dimana garam tersebut
mengandung 76 mg iodium per gram.
Soehardjo (1990) mengatakan
bahwa dengan mengkonsumsi pangan yang kaya iodium dapat menekan atau bahkan
mengurangi besarnya prevalensi gondok. Berikut Gibson (1990) menyebutkan
rata-rata kandungan iodium dalam bahan makanan antara lain : Ikan
Tawar 30 mg; Ikan Laut 832 mg;
Kerang 798 mg; Daging 50 mg; Susu 47 mg; Telur 93 mg;
Gandum 47 mg; Buah-buahan 18 mg;
Kacang-kacangan 30 mg dan Sayuran 29 mg.
Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan
gizi seseorang. Dengan demikian diharapkan untuk
mengkonsumsi pangan yang beraneka ragam sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi
yang dibutuhkan oleh kerja tubuh (Harper, Deaton and Driskel, 1985)
Di negara-negara
berkembang konsumsi iodium paling banyak diperoleh dari
makanan yang berasal dari laut mengingat air laut mengandung iodium
cukup tinggi. Menurut Nurlaila, dkk (1997) rumput laut dapat digunakan
sebagai bahan subtitusi dalam pengembangan produk sumber iodium antara lain
barupa 1) kelompok produk makanan selingan / makanan jajanan ; 2) kelompok
produk lauk-pauk ; 3) kelompok produk sayur-sayuran.
Tingkat konsumsi pangan hasil
laut terus meningkat dari tahun 1968, 1978, 1988 dan 1993 berturut-turut 9.9 ;
11.6 ; 15.4 ; dan 17 kg sedangkan target nasional yang harus dicapai
sebesar 18.6 kg per kapita per tahun. Hal ini menandakan bahwa tingkat
konsumsi ikan di Indonesia masih rendah atau di bawah tingkat konsumsi ikan
tersebut. Tetapi masih terdapat beberapa wilayah di Indonesia seperti
Sumatera Barat, Sulawesi Tenggara, Maluku, Kalimantan Tengah dan Timur
mempunyai tingkat konsumsi pangan hasil laut tinggi melebihi dua kali jumlah
konsumsi target nasional (Muhammad dan Guntur, 1996).
Di USA dan Kanada
peningkatan konsumsi iodium adalah dengan suplementasi, misalnya dengan garam
dapur (garam beriodium) dan juga dalam medikasi dan zat-zat pendiagnosis.
Di Indonesia garam termasuk dalam sembilan bahan pangan pokok yang diperlukan
oleh masyarakat dan oleh karena itu merupakan bahan makanan penting.
Secara normal jumlah garam yang dikonsumsi per orang per hari adalah sekitar 5
– 15 gram sedangkan yang dianjurkan yaitu tidak melebihi 6 gram atau satu
sendok teh setiap hari. Hal ini disebabkan karena apa bila konsumsi garam
berlebihan dapat memicu timbulnya berbagai penyakit lain seperti tekanan darah
tinggi atau hipertensi (DitJen Pembinaan Kesehatan Masyarakat, 1995).
Menurut Hetzel (1989) dalam
keadaan normal intake harian untuk orang dewasa berkisar 100 – 150 mg
perhari. Iodium diekskresikan melalui urin dan dinyatakan dalam mg
I/g kreatinin. Pada tingkat ekskresi lebih kecil dari 50 mg/g kreatinin sudah menjadi indikator kekurangan intake.
Konsumsi iodium sangat bervariasi antar berbagai wilayah di dunia, diperkirakan
sekitar 500 mg per hari di USA (sekitar 5 kali RDA).
Adapun kecukupan iodium yang dianjurkan untuk orang Indonesia antara lain
: 1) umur 0 sampai 9 tahun kebutuhannya sebesar 50 – 120 mg
; 2) umur 10 – 59 dan > 60 tahun sebesar 150 mg
(Pria) ; 3) umur 10 – 59 dan > 60 tahun sebesar 150 mg
; 4) Wanita Hamil mendapat tambahan + 25 mg ; wanita
laktasi 0 – 12 bulan sebesar + 50 mg (Muhilal, dkk. 1998).
Khusus bagi kelompok ibu hamil
tambahan tersebut sebagian dapat dipergunakan untuk keperluan aktivitas
kelenjar tiroid dan sebagiannya lagi untuk pertumbuhan dan perkembangan janin
khususnya perkembangan otak. Bagi ibu hamil yang mengkonsumsi iodium
tidak mencukupi kebutuhan maka bayi atau janin yang dikandung akan
mengalami gangguan perkembangan otak (berat otak berkurang), gangguan
perkembangan fetus dan pasca lahir, kematian perinatal (abortus) meningkat,
kemudian setelah bayi dilahirkan mempunyai berat lahir rendah (BBLR) dan
terdapat gangguan pertumbuhan tengkorak serta perkembangan skelet, sedangkan
bagi tubuh ibu hamil akan mengalami gangguan aktivitas kelenjar tiroid.
Pada kondisi ini tubuh akan mengalami penyesuaian yang pada akhirnya akan
mengalami pembesaran kelenjar tiroid yang dikenal dengan sebutan gondok
(Djokomoeldjanto, 1993 dan WHO, 1994).
Gangguan Akibat Kekurangan
Iodium (GAKI) adalah sekumpulan gejala atau kelainan yang ditimbulkan
karena tubuh menderita kekurangan iodium secara terus – menerus dalam waktu
yang lama yang berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup
(manusia dan hewan) (DepKes RI, 1996). Makin banyak tingkat kekurangan
iodium yang dialami makin banyak komplikasi atau kelainan yang ditimbulkannya, meliputi pembesaran kelenjar tiroid dan berbagai stadium
sampai timbul bisu-tuli dan gangguan mental akibat kretinisme (Chan et al,
1988).
Kodyat (1996) mengatakan bahwa
pada umumnya masalah ini lebih banyak terjadi di daerah pegunungan dimana
makanan yang dikonsumsinya sangat tergantung dari produksi makanan yang berasal
dari tanaman setempat yang tumbuh pada kondisi tanah dengan kadar iodium
rendah.
Masalah Gangguan Akibat
Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah yang serius mengingat
dampaknya secara langsung mempengaruhi kelangsungan hidup dan kualitas manusia. Kelompok masyarakat yang sangat rawan terhadap masalah
dampak defisiensi iodium adalah wanita usia subur (WUS) ; ibu hamil ; anak
balita dan anak usia sekolah (Jalal, 1998).
Faktor – Faktor yang
berhubungan dengan masalah GAKI antara lain :
1. Faktor Defisiensi Iodium dan Iodium
Excess
Defisiensi
iodium merupakan sebab pokok terjadinya masalah GAKI. Hal ini disebabkan
karena kelenjar tiroid melakukan proses adaptasi fisiologis terhadap kekurangan
unsur iodium dalam makanan dan minuman yang dikonsumsinya (Djokomoeldjanto,
1994).
Hal ini dibuktikan
oleh Marine dan Kimbell (1921) dengan pemberian iodium pada anak usia
sekolah di Akron (Ohio) dapat menurunkan gradasi pembesaran kelenjar
tiroid. Temuan lain oleh Dunn dan Van der Haal (1990) di Desa Jixian,
Propinsi Heilongjian (Cina) dimana pemberian iodium antara tahun
1978 dan 1986 dapat menurunkan prevalensi gondok secara drastis dari 80 % (1978) menjadi 4,5 % (1986).
Iodium
Excess terjadi apabila
iodium yang dikonsumsi cukup besar secara terus menerus, seperti yang dialami
oleh masyarakat di Hokaido (Jepang) yang mengkonsumsi ganggang laut dalam
jumlah yang besar. Bila iodium dikonsumsi dalam dosis tinggi akan terjadi
hambatan hormogenesis, khususnya iodinisasi tirosin dan proses coupling
(Djokomoeldjanto, 1994).
2. Faktor
Geografis dan Non Geografis
Menurut
Djokomoeldjanto (1994) bahwa GAKI sangat erat hubungannya dengan letak
geografis suatu daerah, karena pada umumnya masalah ini sering dijumpai
di daerah pegunungan seperti pegunungan Himalaya, Alpen, Andres dan di
Indonesia gondok sering dijumpai di pegunungan seperti Bukit Barisan Di
Sumatera dan pegunungan Kapur Selatan.
Daerah yang biasanya mendapat suplai makanannya dari
daerah lain sebagai penghasil pangan, seperti daerah pegunungan yang notabennya
merupakan daerah yang miskin kadar iodium dalam air dan tanahnya. Dalam
jangka waktu yang lama namun pasti daerah tersebut akan mengalami defisiensi
iodium atau daerah endemik iodium (Soegianto, 1996 dalam Koeswo, 1997).
3. Faktor Bahan Pangan Goiterogenik
Kekurangan iodium merupakan penyebab utama terjadinya
gondok, namun tidak dapat dipungkiri bahwa faktor lain juga ikut
berperan. Salah satunya adalah bahan pangan yang bersifat goiterogenik
(Djokomoeldjanto, 1974). Williams (1974) dari hasil risetnya
mengatakan bahwa zat goiterogenik dalam bahan makanan yang dimakan setiap
hari akan menyebabkan zat iodium dalam tubuh tidak berguna, karena zat
goiterogenik tersebut merintangi absorbsi dan metabolisme mineral iodium yang
telah masuk ke dalam tubuh.
Goiterogenik
adalah zat yang dapat menghambat pengambilan zat iodium oleh kelenjar gondok,
sehingga konsentrasi iodium dalam kelenjar menjadi rendah. Selain itu, zat
goiterogenik dapat menghambat perubahan iodium dari bentuk anorganik ke bentuk
organik sehingga pembentukan hormon tiroksin terhambat (Linder, 1992).
Menurut Chapman (1982) goitrogen alami ada dalam jenis
pangan seperti kelompok Sianida (daun + umbi singkong, gaplek, gadung, rebung,
daun ketela, kecipir, dan terung) ; kelompok Mimosin (pete cina dan lamtoro) ;kelompok
Isothiosianat (daun pepaya) dan kelompok Asam (jeruk nipis, belimbing
wuluh dan cuka).
4. Faktor Zat Gizi Lain
Defisiensi protein dapat berpengaruh terhadap berbagai
tahap pembentukan hormon dari kelenjar thyroid terutama tahap transportasi
hormon. Baik T3 maupun T4 terikat oleh protein
dalam serum, hanya 0,3 % T4 dan 0,25 % T3 dalam keadaan
bebas. Sehingga defisiensi protein akan menyebabkan tingginya T3 dan
T4 bebas, dengan adanya mekanisme umpan balik pada TSH maka hormon
dari kelenjar thyroid akhirnya menurun.
Meskipun hanya sedikit dibutuhkan, iodium berpengaruh besar pada kualitas
kesehatan seseorang. Bukan cuma menyebabkan gondok, tetapi juga membuat cebol
dan bodoh. Selain garam beriodium, makanlah rumput laut dan aneka ikan.
Salah satu masalah gizi yang sedang dihadapi oleh masyarakat Indonesia
dewasa ini adalah gangguan akibat kekurangan iodium, biasa disingkat GAKI. Tiga
macam strategi yang telah dilakukan pemerintah untuk menurunkan jumlah
penderita GAKI adalah: (1) memberikan suplemen kapsul minyak beriodium di
daerah endemik, (2) program iodisasi garam, serta (3) diversifikasi konsumsi
pangan sumber iodium.
Program pemberian suplemen kapsul beriodium merupakan program jangka
pendek yang sangat mahal biayanya, sehingga tidak mungkin diterapkan secara
nasional dan berkesinambungan. Program iodisasi garam yang telah dilakukan
pemerintah sejak tahun 1990, hingga saat ini memang belum berjalan dengan baik.
Sekitar 20% penduduk (lebih kurang 40 juta jiwa) tidak memiliki akses terhadap
garam beriodium.
Bertitik tolak dari belum berhasilnya penanggulangan masalah GAKI dengan
program suplementasi kapsul beriodium dan iodisasi garam, dirasakan perlunya
kehadiran program lain yang lebih membumi. Program itu melalui pendekatan food
based, yaitu pengembangan diversifikasi konsumsi pangan yang secara alami
memiliki kandungan iodium tinggi.
Iodium merupakan mineral yang termasuk unsur gizi esensial walaupun
jumlahnya sangat sedikit di dalam tubuh, yaitu hanya 0,00004% dari berat tubuh
atau sekitar 15-23 mg. Itulah sebabnya iodium sering disebut sebagai mineral
mikro atau trace element. Manusia tidak dapat membuat unsur iodium dalam
tubuhnya seperti ia membuat protein atau gula. Manusia harus mendapatkan iodium
dari luar tubuhnya (secara alamiah), yakni melalui serapan dari iodium yang
terkandung dalam makanan dan minuman. Kebutuhan tubuh akan iodium rata-rata
mencapai 1-2 mikrogram per kilogram berat badan per hari. Widya Karya Nasional
Pangan dan Gizi menganjurkan konsumsi iodium per hari berdasarkan kelompok umur
seperti tercantum pada Tabel 1. Sesungguhnya kebutuhan terhadap iodium sangat
kecil, pada orang dewasa hanya 150 mikrogram (1 mikrogram = seperseribu
miligram).
Iodium diperlukan tubuh terutama untuk sintesis hormon tiroksin, yaitu
suatu hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan untuk
proses pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan. Jika kebutuhan tersebut tidak
terpenuhi dalam waktu lama, kelenjar tiroid akan membesar untuk menangkap
iodium, yang lebih banyak dari darah. Pembesaran kelenjar tiroid tersebutlah yang sehari-hari kita kenal sebagai
penyakit gondok.
GAKI merupakan masalah yang sangat serius karena akan berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia. Survei pemetaan
GAKI tahun 1998 menunjukkan 87 juta penduduk Indonesia tinggal di daerah risiko
kekurangan iodium. Diperkirakan 20 juta penduduk menderita penyakit gondok dan
290.000 kretin (cebol dan keterbelakangan mental), akibat kekurangan iodium.
Akibat negatif dari GAKI ternyata jauh lebih luas dari sekedar terjadinya pembesaran kelenjar gondok.
Yang sangat mengkhawatirkan adalah akibat negatif pada susunan saraf pusat yang
akan berpengaruh pada perkembangan otak, kecerdasan, dan dampak sosial/ekonomi
masyarakat pada umumnya.
Dewasa ini Indonesia
diperkirakan kehilangan 140 juta poin kecerdasan inteligensi (intelligence
quotient/IQ) akibat GAKI. Perhitungan ini didasarkan pada hasil perkalian
jumlah penderita dengan klasifikasi pengurangan IQ point, yaitu sebagai
berikut: 50 poin akibat kretin (GAKI berat), 5 poin gondok, 10 poin GAKI pada
bayi, dan 10 poin akibat GAKI bentuk lain.
IQ point merupakan ukuran kemampuan seseorang dalam hal berpikir,
memecahkan masalah, dan menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru. Rata-rata
IQ point manusia normal adalah 110 poin, dan IQ di bawah 80 poin tergolong
bodoh (Bina Gizi Masyarakat DepKes RI, 1995).
Selain mengakibatkan penurunan IQ, kekurangan iodium juga menyebabkan
keguguran kandungan, gangguan perkembangan saraf, serta penyakit kretinisme
yang menyebabkan orang menjadi cebol dan bodoh. Namun, penyakit gondok masih
dianggap sebagai akibat GAKI yang utama. Hingga saat ini angka gondok nasional
masih mencapai 9,8%, jauh di atas standar WHO yang mensyaratkan angka gondok di
bawah lima persen.
Di beberapa provinsi seperti Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera Barat,
angka gondok bahkan mencapai 30%.
Saat ini terdapat 1.779 kecamatan di Indonesia yang menderita epidemik
gondok dengan derajat yang bervariasi. Karena itu, konsumsi iodium perlu
ditingkatkan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia dan
mencegah terjadinya generasi yang hilang (lost generation). Hal ini sangat
penting dilakukan karena berdasarkan data indeks pengembangan sumber daya
manusia (Human Development Index = HDI) dari UNDP (tahun 2000) Indonesia berada
pada urutan 109 dari 174 negara, yaitu terendah di Asia. HDI untuk Filipina, Thailand,
Malaysia, Brunei, dan Singapura,
masing-masing berada pada peringkat 77, 67, 56, 25, dan 22.
Dari penelitian di Universitas Diponegoro Semarang terungkap bahwa
pemberian iodium pada siswa sekolah dapat mengurangi angka drop out. Selain
mempengaruhi tingkat kecerdasan, iodium ternyata dapat menaikkan semangat hidup
dan kesehatan seseorang, sehingga memperbesar daya juang. Susunan saraf terdiri
dari sel-sel neuron dan sel-sel glia yang mulai dibentuk pada stadium
embriologis yang terus berlangsung dalam waktu singkat sesudah bayi dilahirkan.
Sel-sel neuron tersebutlah yang sangat terkait dengan proses kecerdasan. Fungsi
iodium dalam meningkatkan kecerdasan adalah dalam kaitannya dengan pertumbuhan
sel-sel otak, yaitu sel neuron. Jumlah sel neuron di dalam otak umumnya
mencapai sekitar 10 miliar. Kekurangan iodium pada masa kehamilan dan awal masa
kehidupan anak dapat menurunkan jumlah sel neuron yang ada di otak. Karena itu,
masa-masa tersebut merupakan masa yang sangat kritis dan perlu mendapatkan
zat-zat gizi dalam jumlah cukup, seperti asam amino, asam lemak, vitamin, dan
mineral (terutama iodium).
Neuron mempunyai empat bagian penting, yaitu badan sel, dendrit, akson,
dan terminal akson. Akson merupakan bagian sel saraf yang berfungsi membawa
pesan dengan perantara benang saraf. Neuron mempunyai kemampuan konduktivitas
(penghantar) dan eksitabilitas (dapat dirangsang). Sel ini berkemampuan
memberikan reaksi atas rangsangan dari sumber luar, seperti rangsangan mekanik,
elektrik, kimiawi atau fisik, yang menimbulkan impuls dan dihantar melalui
saraf. Sebuah impuls saraf selalu dihantar melalui dendrit ke sel, kemudian
dari sel ke akson. Hubungan satu neuron dengan neuron yang lain tidak membentuk
jalinan yang sambung-menyambung melainkan terpisah oleh celah yang sangat
sempit (1/5.000 mm) yang disebut synapsis. Untuk melalui synapsis, impuls saraf
memerlukan suatu zat pembawa yang disebut neurotransmitter. Terdapat sekitar 30 neurotransmitter yang
telah diketahui, di antaranya adalah serotonin, norepineprin, epineprin,
dopamin, dan asetilkolin. Neurotransmitter tersebut dibentuk dari bahan baku yang berupa asam
amino (protein). Kekurangan protein akan berdampak pada berkurangnya jumlah
neurotransmitter, sehingga penyampaian pesan menjadi lambat. Dengan kata lain,
orang akan menjadi bodoh. Itulah sebabnya mengapa protein sangat dibutuhkan
selama janin ada di dalam kandungan dan pada awal-awal masa kehidupan.
Pencegahan dan Penanggulangan
Kegiatan pencegahan dan
penaggulangan GAKI yang telah dilakukan oleh pemerintah meliputi komunikasi,
informasi dan edukasi (KIE) terhadap penaggulangan GAKI yang tertuju pada 3 (
tiga ) kelompok sasaran yaitu :
a. Para perencana, pengelola dan
pelaksana program.
b. Masyarakat didaerah gondok endemik.
c. Masyarakat di luar daerah gondok endemik.
Intervensi GAKI terus dilakukan dengan bantuan sejumlah badan dunia.
Program intensifikasi penanggulangan GAKI yang berlangsung tahun 1997 – 2003
bertujuan menurunkan prevalensi GAKI lewat pemantauan status GAKI pada
penduduk, meningkatkan persediaan garam beriodium serta meningkatkan kerja sama
lintas sektoral. Upaya penanggulangan GAKI sudah dimulai sejak pemerintahan
Belanda melalui distribusi garam beryodim ke daerah endemik berat.
Penanggulangan GAKI dilakukan dalam dua jangka waktu, yaitu :
- Jangka Panjang: suplementasi tidak langsung melalui fortifikasi garam konsumsi dengan iodium dimana program ini disebut garam iodium.
- Jangka pendek: suplementasi langsung dengan ,minyak iodium baik secara oral maupun suntikan lipiodol. Upaya ini hanya ditunjukkan pada daerah endemik berat dan telah dilaksanakan sejak tahun 1974
Menurut ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan
RI 1986, kandungan KIO3 yang
dianjurkan adalah 40 ppm. Iodium diperlukan semata – mata untuk biosintesis
hormon thyuroid yang mengandung iodium. Kebutuhan iodium meningkat pada kaum
remaja dan kehamilan. Banyaknya metoda suplementasi Iodium tergantung pada beratnya
GAKI pada populasi, grade iodium urine dan prevalensi goiter dan kretinisme.
·
GAKI ringan:
Prevalensi goiter : 5 – 19,9% (anak sekolah)
Iodium urine : 50 - 99mg/l
Dieliminasi dengan garam berjodium.
·
GAKI sedang :
Prevalensi goiter : 20 – 29,9% dan beberapa hypothyroidisme.
Iodium urine : 20 – 49 mg/hr
Dapat dikontrol dengan garam beriodium (biasanya 20 – 40 mg/kg pada tingkat rumah tangga) Disamping itu minyak beriodium
diberi secara oral atau suntik yang dikoordinasi melalui puskesmas.
·
GAKI berat :
Prevalensi goiter : 30%, endemic cretinisme
Iodium urine : < 20 mg/l
Penanganannya : minyak beriodium diberikan sampai sistem garam beriodium efektif, jika sistem saraf pusat dicegah dengan sempurna.
Diet
Adanya iodium dalam diet akan meningkatkan fungsi hormon thyroid. Iodium
sebaiknya tercukupi dari pangan yang dikonsumsi sehari-hari. Berikut adalah
tabel kebutuhan iodium menurut kelompok umur.
Tabel 1. Kebutuhan Iodium dan Besi
pada bayi hingga orang dewasa.
Iodium , mg
|
Besi , mg
|
|
Bayi
Anak – anak
Pria
Wanita
Wanita hamil
Masa laktasi
|
35 – 45
60 – 110
130 – 150
100 – 115
125
150
|
10 – 15
10 – 15
10 – 18
18
18
18
|
Sumber : Depkes 1996
Anjuran konsumsi
Wanita dewasa ³ 19
th: 150 µ g
Pria dewasa ³ 19 th : 150 µ g
Dosis toksik > 2000 ³ g/hr pada orang dewasa
Pangan sumber
Yodium
Garam beryodium
(2 gr garam beriodium ~< ½ sdt dpt memenuhi anjuran konsumsi Iodium org
dewasa)
Pangan laut
(ikan laut: 300-3000 µg I/kg, ikan darat: 20-40 g µI/kg)
Adonan roti
Produk unggas
Tanaman yang
ditanam di tanah kaya yodium
Referensi
Astawan, Made.
2003 Guru Besar Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB
Sumber: Tabloid Senior, 16
Januari 2003
DepKes
RI. 1996. Gangguan Akibat
Kekurangan Iodium dan Garam Beriodium . Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
DitJen Pembinaan Kesehatan Masyarakat.
1995. Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Kapsul Minyak Beriodium.
DirJen Pembinaan Gizi Masyarakat. DepKes Jakarta.
Djokomoeldjanto, R. 1993. Hipotiroidi di Daerah
Defisiensi Iodium. Kumpulan Naskah Simposium GAKI. Hal. 35-46. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang.
Ganong, W.F. 1989. Review of medical
Physiology, 14th Ed. A Lange Medical Book. Prentice Hall International
Inc.
Gibson, R.S. 1990. Principles of
Nutritional Assessment. Oxford
University Press. Oxford.
Harper, L.J., Deaton and J.A. Driskel.
1985. Pangan, Gizi dan Pertanian (Penerjemah : Soehardjo). UI Press, Jakarta.
Hetzel, B.S. 1989. An Overview of the
Prevention and Control of Iodine Deficiency Disorder ; in Hetzel, J.T. Dunn and
J.B. Stanbury (ed) Hal. 7-29. Elvsevier Science Plubbisher. New York.
Jalal, F. 1998. Agenda Perumusan
Program Gizi Repelita VII untuk Mendukung Manusia yang Pengembangan
Sumberdaya Berkualitas. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. Jakarta.
Kodyat, B. 1996. Nutritional in Indonesia : Problems, Trends, Strategy and
Program Directorate of community Nutrition, Departemen Health, Jakarta.
Muchtadi. dkk.1992. Masalah-Masalah Fortifikasi
Iodium dalam Penanggulangan GAKI. PAU.
IPB. Bogor.
Muhilal, Jalal dan Hardinsyah. 1998.
Angka Kecukupan Gizi Rata – Rata yang Dianjurkan. Widyakarya Pangan dan
Gizi Nasional VI. LIPI. Jakarta.
Nurlaila,A.,
R. Syukur, J. Genisa dan L. Mathius. 1997. Studi Pengembangan Menu
Makanan Rakyat Kaya Iodium dengan Subtitusi Rumput Laut dan Analisa Daya
Terima. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing Bidang Kesehatan dan Gizi
Masyarakat.
Rusmiati, Y. 2006. Penaggulangan GAKI. http://:www.kompas.co.id. [September 2008
Sauberlich, H.E. 1999. Assessment of
Nutritional Status. Second Edition. CRC Press. Boca
Raton London New
York Washington,
DC.
Soehardjo. 1990. Petunjuk Laboratorium Penilaian
Keadaan Gizi Masyarakat. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Thaha, A.R. 1996. Pemetaan GAKI di
Propinsi Maluku. Kerjasama FKM Unhas
dengan Kanwil DepKes Propinsi Maluku
WHO. 1994. Indicator for Assesing Iodine
Deficiency Disorder and Their Control Through Salt Iodization. Geneva.
Williams, S.R. 1974. Nutrition and Diet
Therapy. The CV Mosby Company. Sant Louis.
Disarikan dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa tuliskan NAMA anda dan NO SPAM